Amerika Serikat (AS) akan menggelar Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 4 November 2020 mendatang. Pada banyak sisi, pertarungan antara Joy Bidden dari Demokrat vs Donald Trump dari Republik ini sangat menarik.
Bukan hanya soal bahwa pilpres ini adalah pertarungan orang-orang tua, sehingga isu milenial tidak lagi muncul. Tetapi terkait juga dengan musibah yang menimpa Trump dan istrinya, Melania yang terjangkit Covid-19. Mengingat pilpres akan digelar sebulan lagi, jika seandainya Trump belum sembuh dari wabah tersebut, apakah Pilpres akan ditunda?
Sebagai orang yang pernah ‘Magang’ di AS, mengamati prosesi pilpresnya tentu ada rasa tersendiri, anggap saja ikut merasakan suasana kebatinan warga AS. Namun, saya pribadi tidak cukup mampu untuk melakukan analisa lebih mendalam terkait pilpres di Amerika Serikat. Karena itu, soal Pilpres Amerika Serikat ini saya selalu mengandalkan analisa pengamat isu-isu internasional, mas Arya Sandhiyudha.
Terbukti, analisanya cukup obyektif, tepat dan mampu membuka pikiran sehat kita. Pada saat membaca analisisnya, kita seperti sedang diajak untuk berdiskusi. Seperti kita sedang ngopi dan ngobrol bareng dengannya.
Menyadari keterbatasan itu, saya cukupkan saja soal pilpres di AS. Kita serahkan saja sama pakarnya. Karena itu, cukup bagi saya melakukan analisa terkait dengan pilpres di Indonesia 2024 nanti.
Barangkali sebagian melihat analisa ini terlalu terburu-buru, sebab Pemilihan Umum (Pemilu) masih 4 tahun lagi. Tapi bagi ketua brutal yang juga futurolog, pilpres 2024 sudah bisa diramal, setidaknya terlihat dari konsolidasi elit yang terjadi saat ini. Dan tentu saja, ramalan brutal ini bukanlah ramalan yang ‘Ngerti sak durunge winarah’.
Pilpres di Indonesia tahun 2024 masih akan terjadi benturan yang cukup keras, dan keterbelahan masyarakat masih akan terasa. Hanya saja, pilpres 2024 nanti akan unik. Mengapa? Sebab, pihak-pihak yang pada pilpres 2019 lalu berada posisi berseberangan kemungkinan akan bergandengan, dan pihak-pihak yang kemarin berada pada satu kubu kemungkinan terpecah dan akan saling berhadapan.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 ini setidaknya, telah menunjukkan peta politik pada pertarungan 2024 nanti. Koalisi menunjukkan adanya konsolidasi oligarki dan elit pemegang kekuasaan dalam memberikan rekomendasi calon kepala daerah. Ditambah lagi, menjamurnya calon tunggal dalam pilkada menunjukkan bahwa konsolidasi untuk pemilu 2024 telah dimulai. Untuk memudahkan analisanya, calon tunggal ini tentu memiliki irisan khusus dengan elit sehingga memungkinkan terjadinya konsolidasi tingkat tinggi.
Pada pilpres sebelumnya, kita sering melihat secara terpisah antara siapa calon dan partai politik yang akan mengusungnya. Pada pilpres 2024 nanti, jika kita melihat bakal calonnya, harus juga sekaligus melihat calon partai pengusungnya dalam satu paket. Popularitas seorang calon tidak akan memiliki makna apa-apa jika tidak bisa dipastikan siapa partai pengusungnya.
Pilpres 2024 nanti, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) kemungkinan masih akan mengusung Prabowo menjadi calon presiden. Belum ada kandidat lain yang muncul dari Gerindra selain Prabowo. Meski sudah ada Sandiaga Uno, soal presiden, agak mustahil jika Prabowo akan memberikan kesempatan ini kepada Sandiaga Uno. Prabowo masih memegang kendali kemana suara Gerindra diberikan.
Gerindra sendiri kemungkinan akan berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI-Perjuangan). Nama yang kemungkinan akan diusung adalah Puan Maharani. Artinya, pasangan ini akan diusung oleh Gerindra dan PDI-Perjuangan. Perolehan suara dua partai ini sudah cukup untuk memenuhi ambang batas presidential treshold. Jika PDI-Perjuangan mengusung Puan Maharani, maka peluang calon lain dari PDI-Perjuangan seperti Ganjar Pranowo, Tito Karnavian dan tokoh lain otomatis akan tertutup. Mengapa ini bisa terjadi, setidaknya hal ini akan menuntaskan Perjanjian Batu Tulis yang sempat tertunda.
Lalu, siapakah penantangnya? Calon yang memiliki kans paling besar adalah Anies Baswedan, yang sekarang menjadi Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI). Siapa partai pengusungnya? Dilihat dari komunikasi dan kedekatannya, Anies Baswedan akan diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Dua partai ini memiliki kedekatan ‘khusus’ dengan Anies Baswedan. Perolehan suara dua partai ini memang belum memenuhi presidential treshold. Kekurangannya kemungkinan akan ditutup oleh calon wakilnya.
Siapa saja calon wakilnya? Salah satu calon wakil yang memiliki kans paling kuat saat ini adalah Khofifah Indar Parawansa yang sekarang menjadi Gubernur Jawa Timur. Selain itu, ada juga Ridwan Kamil yang sekarang menjadi Gubernur Jawa Barat. Sebenarnya ada juga calon lain seperti Tito Karnavian, Eric Tohir, Sandiaga Uno dan sebagainya. Hanya saja, jika dihitung secara politik, kans Khofifah untuk duet dengan Anies Baswedan jauh lebih besar.
Jika Khofifah bersedia maju, maka setidaknya kemungkinan ada dua partai akan merapat, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Jika ini terjadi, maka koalisi yang memungkinkan terjadi adalah PKS, Nasdem, PKB dan PPP. Dihitung dari perolehan suaranya, koalisi empat partai ini cukup untuk mengusung satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Kemana suara Golkar, Demokrat dan PAN? Disinilah menariknya. Jika digabung, koalisi 3 partai ini juga cukup untuk mengusung calon sendiri. Hanya saja persoalannya adalah, siapa calon yang akan diusung? Tentu tidak mudah menjawabnya, memilih calon yang akan diusung dalam pilpres bukan perkara mudah. Tiket ini juga tidak mungkin akan diberikan cuma-cuma kepada calon yang selama ini tidak ikut berkeringat membangun partai. Harus diingat, partai-partai ini tidak akan dengan mudah memberikan tiket kepada mereka yang selama ini memilih tidak berpartai.
Posisi mereka yang non partisan ini sebenarnya juga sebuah kelebihan dan peluang. Jika mereka mampu membangun jembatan komunikasi secara intens sejak saat ini, merekalah yang punya potensi untuk menjahit sekat-sekat dan menjadi komunikator antara partai.
Calon yang memungkinkan bisa diusung antara lain tentu saja ketua ketua umum partai tersebut; Airlangga, Agus Harimurti Yudhoyono dan Zulkifli Hasan. Diluar partai ini ada Tito Karnavian, Eric Thohir, Sandiaga Uno, dan Gatot Nurmantyo. Namun demikian, tidak mudah meracik 3 kekuatan politik dari partai partai ini. Sebab harus ada salah satu partai yang mengalah untuk tidak menjadi calon presiden dan wakilnya. Untuk bisa mengalah soal ini, sangat sulit untuk terjadi.
Koalisi partai tanpa ada calon yang diusung ini tentu saja tidak mudah. Jika tidak bisa ketemu, satu partai saja keluar dari koalisi ini, maka koalisi baru akan bubar. Karena itu, dibutuhkan komunikator handal agar koalisi terbentuk. Disinilah peluang calon non partisan seperti Eric Thohir untuk bisa masuk menjahit dukungannya. Brutal telah memiliki analisanya untuk hal ini berdasar data, tapi harus disimpan dulu.
Namun diantara itu, PAN memiliki potensi besar untuk mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden karena telah memiliki komunikasi yang dekat selama ini. Bahkan jika kita telaah lebih jauh, Zulkifli Hasan maupun Amien Rais, memiliki titik temu disini. Ini akan menjadi ajang rekonsiliasi bagi keduanya. Jika demikian, kemana dukungan Golkar dan Demokrat akan diberikan? Untuk menjawabnya, saya harus menepi dulu ke Gunung Kelud untuk mendapatkan wangsit. Hehe.
Perjalanan Anis Baswedan untuk maju dalam pilpres 2024 tidaklah mudah, sebab harus terlebih dahulu melewati jalan terjal pilkada DKI tahun 2022 nanti. Jika kalah, maka jalan Anies Basewean menuju RI 1 sudah ‘End’. Tetapi jika Anies Baswedan memenangkan Pilkada DKI, ini bisa menjadi tiket Anies Baswedan menuju RI 1.
Mengapa tidak mudah? Karena nama-nama besar sudah menanti menjadi lawan tanding Anies Baswedan, diantaranya: Tito Karnavian, Sandiaga Uno, Ahmad Riza Patria dan Tri Risma yang sekarang Walikota Surabaya. Soal Tri Risma, meski tidak laku dalam Pilkada Jatim, namun namanya memungkinkan untuk maju dalam Pilkada DKI.
Ahmad Riza Patria yang sekarang menjadi Wagub DKI juga memiliki kans untuk menjadi penantang yang sepadan Anies Baswedan. Anggap saja untuk menghadang Anies Baswedan maju pada Pilpres 2024, maka koalisi Gerindra dan PDI Perjuangan bisa saja mengusung Ahmad Riza Patria dan Tri Risma atau sebaliknya. Atau bisa jadi dibuat pasangan Sandiaga Uno dan Tri Risma meski potensinya kecil.
Pertarungan pada Pilkada DKI 2022 nanti tentu saja akan sangat menarik. Apalagi, Anies Baswedan sejauh ini belum memiliki calon wakil gubernur yang bisa diajak muncul. Tetapi bukan politik jika tidak ada kejutan, dulu orang banyak berfikir bahwa Prabowo tidak akan berpasangan dengan Sandiaga Uno. Nah, bisa jadi, dalam Pilkada DKI 2022 nanti, Anies Baswedan kembali berpasangan dengan Sandiaga Uno.
Pasangan Prabowo dalam Pilpres 2024 nanti juga bukan hanya Puan Maharani. Nama Kepala BIN Budi Gunawan juga memiliki kans untuk maju menjadi wakil presiden. Sebagaimana kita ketahui, Budi Gunawan pernah menjadi ajudan Megawati Soekarnoputri saat menjadi presiden. Hanya nama Budi Gunawan yang mampu menyaingi nama Puan Maharani soal rekomendasi ini.
Lho cak, sampeyan kan ketua brutal, ngapain bicara soal politik dan pilpres? Mungkin nanti akan ada pertanyaan itu. Justru itulah saya melakukan analisa ini agar tahu siapa saja calon presiden yang akan datang. Harus klean-klean semua tahu ya, saya berani begini juga atas dukungan kang Arif Nurul Imam dan cak Khairul Fahmi.
Dengan begitu, kita bisa mendesakkan agenda penting tentang pertanian, reforma agraria dan kedaulatan pangan pada kandidat yang ada agar perjuangan dalam melakukan advokasi pertanian ini menjadi pikiran yang telah ada pada calon presiden kita ini.
Ngono lo ceritane. Paham??? Ayo ngopi...!!!
0 komentar