Kepribadian tidak dapat terbentuk dengan sendirinya. Faktor lingkungan sangat dominan dalam membentuk kepribadian seorang anak. Besarnya pengaruh lingkungan terhadap kepribadian anak merupakan salah satu pokok dari psikologi behavioristik.
Dalam pendidikan, Islam sepertinya sangat dekat dengan teori tersebut. Dalam hadis dijelaskan “Anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Orang tua adalah yang sangat berperan dalam menanamkan keyakinannya kelak, entah menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi”.
Kata fitrah dimaknai sebagai sesuatu yang suci. Ibarat kain warnanya putih tanpa noda. Orang tua adalah lingkungan paling dominan mengisi warna kain tersebut. Materi yang diajarkan orang tua sangat berpengaruh pada keyakinannya. Demikian makna hadis di atas.
Dalam sebuah syair Arab, dijelaskan bahwa “Ibu adalah sekolah (untuk anak-anaknya) jika dipersiapkan”. Syair ini menandakan bahwa ibu adalah orang pertama sekaligus dominan dalam interaksi dengan anak. Bahkan sebelum lahir, peran ibu sangat vital dalam membentuk mental janin.
Sehingga wajar, jika pendidikan pertama ada di tangan ibu. Pola asuh ibu terhadap anak menjadi faktor penting dalam pembentukan kepribadian. Ibu yang berpendidikan, akan menghasilkan anak yang terdidik.
Tahapan Perkembangan Mental
Menurut Erikson, psikolog berkebangsaan Jerman, dalam bukunya Youth: Identity and Crisis, menjelaskan bahwa manusia akan melalui delapan tahapan perkembangan kepribadian. Dalam tahapan-tahapan tersebut menggambarkan pergolakan mental. Jika hal tersebut tidak dikelola dan disikapi dengan baik, maka akan menghasilkan keburukan dalam kehidupannya.
Delapan tahapan tersebut:
Pertama, 0-2 tahun. Pada tahap ini anak mulai mengenal lingkungannya. Respons terhadap lingkungan yang tidak nyaman ditandai dengan menangis. Pada saat itulah dia mulai membangun keyakinan bahwa tentang lingkungan di sekelilingnya.
Kedua, 2-4 tahun. Pada tahap ini anak mulai tumbuh mandiri (otonom). Rasa ingin tahu (Curiosity) terhadap lingkungannya besar. Hal baru yang dilihat ingin dipegang, ingin dirasakan, ingin diketahui. Tugas orang tua adalah mulai melepaskannya sedikit demi sedikit (sewajarnya), agar menjadi lebih mandiri.
Ketiga, 4-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai melawan rasa malu dan takut. Anak juga mulai menentukan tujuan dari tindakannya. Imitasi terhadap orang tua sangat besar. Pada saat inilah sangat penting orang tua mengarahkan cita-citanya. Informasi-informasi positif harus ditanamkan. Menakut-nakuti, melarang, membentak, dan memarahi merupakan hal yang dapat merusak kepribadiannya.
Keempat, 7-11 tahun. Anak mulai bertindak logis. Perkembangan psikomotorik menjadi lebih matang. Kepercayaan diri tumbuh, diiringi dengan rasa rendah diri, dan ketergantungan terhadap lingkungan. Dukungan dan motivasi lingkungan menjadi penting.
Kelima, remaja, sekitar 11-17 tahun. Pada tahap ini anak mulai mengenali diri sendiri. Identitas (Pengakuan) diri sangat penting pada masa ini. Prinsip diri mulai terbentuk. Pengalaman masa kecil sangat berpengaruh pada masa ini. Emosi tidak stabil, meledak-ledak, tergesa-gesa, dan menggebu-gebu. Masa paling rawan, adalah pada tahap ini.
Keenam, semi dewasa, kira-kira 17-21 tahun. Pada tahap ini seseorang sudah mampu merencanakan kehidupan. Berorientasi masa depan. Menentukan pilihan-pilihan hidup. Cita-cita besar yang realistik mulai terbagun lebih kongkrit. Hasrat seksual sangat diperlukan. Cinta, sayang, simpati, dan empati pada lawan jenis sangat berpengaruh dalam kehidupannya.
Ketujuh, dewasa, kira-kira 21-40 tahun. Tahap ini adalah masa yang penuh tantangan. Orientasi hidup lebih ditekankan pada kemampuan generatif, yakni bagaimana menghasilkan, mempertahankan, dan mengembangkan penghasilan. Kemampuan memaknai hidup yang hakiki terjadi pada masa ini. Keluarga sangat berpengaruh dalam perkembangan karier.
Kedelapan, masa tua, kira-kira 40-mati. Pada tahap ini seseorang mulai menghadapi depresi kehidupan. Kenyataan-kenyataan hidup sangat dirasakan. Antara sukses dan kegagalan adalah dua hal yang selalu menghantui. Penyesalan dan kebahagiaan adalah hal yang paling menakutkan. Semua hal dipengaruhi masa lalunya. Tahap ini adalah akumulasi dari proses hidup yang selama ini dijalani.
Solusi Menanamkan Kepribadian
Penyesalan selalu berada di akhir. Jangan biarkan itu terjadi. Dengan memotret delapan perkembangan mental (Hidup) manusia di atas, maka letak krisis, kondisi paling rawan, dapat diketahui.
Pada tahap kedua hingga kelima adalah kondisi terpenting dalam menanamkan kepribadian pada anak. Masing-masing tahapan tersebut saling memengaruhi. Kalau pada tahap kedua berhasil, maka akan mudah menghadapi tahap ketiga, begitu terus hingga tahap kelima.
Jadi, proses pendidikan, harus memperhatikan tahapan-tahapan tersebut. Kegagalan membentuk kepribadian pada tahapan-tahapan tersebut sama saja menghantarkan anak menderita di masa tua. Itulah penyesalan sesungguhnya seorang guru dan orang tua. Itu juga penderitaan sesungguhnya bagi anak.
Berikut ini hal-hal yang dapat dilakukan orang tua untuk mengantisipasi hal tersebut:
Pertama, jangan bunuh kreativitas anak. Arahkan dia, tapi jangan melarang. Berikan senyuman, bukan menakut-nakuti, apalagi memarahi.
Bantu dia menyelesaikan masalahnya sendiri, jangan terus disuapi. Kotor, rusak, sakit, adalah proses yang harus ditempuh. Jangan biasakan serba instans. Ajarkan proses, bukan hasil. Berikan kail, bukan ikan. Ajarkan cara mendapatkan sesuatu, bukan menikmati sesuatu.
Kedua, dukung aktivitasnya, ide gilanya, jangan buat ciut nyalinya. Tanamkan informasi positif, optimisme, dan konsistensi. Tanamkan keyakinan dia mampu dan dia bisa. Dia adalah anak yang luar biasa.
Ketiga, berikan pengakuan, apresiasi, dan alternatif, bukan mematahkan semangat. Setiap anak punya keunikan masing-masing. Keunikan itulah kekuatan hidupnya. Jangan paksakan cita-cita orang tua pada anak. Kegagalan orang tua, jangan dilimpahkan kepada anak. Akhirnya dia akan memilih hidupnya sendiri.
Keempat, jangan pernah lelah mendoakan anak. Anak yang nakal adalah anak yang berani berbeda daripada umumnya. Anak yang nakal adalah anak berani menantang kehidupan. Doa orang tua yang tidak pernah putus, adalah penolong baginya di saat susah. Semoga bermanfaat.
Sumber Gambar: https://parenting.orami.co.id/
0 komentar