Berawal dari mengabdi saat Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP), seorang mahasiswi asal UIN Sunan Kalijaga mengeluhkan beberapa hal terkait mengajar di SMAN 1 Waled, Cirebon.
Dwi, salah satu mahasiswa yang melakukan PLP mengatakan, kebingungan dalam menggunakan whatsapp grup, Google Classroom, dan media virtual Zoom meeting.
“Kesulitan kalau dengan siswanya paling karena tidak tatap muka, jadi kurang maksimal dalam mengarahkan pelajaran materinya. Saya bingung sebenarnya siswa mengerti atau tidak gitu secara virtual. Ya, interaksi di virtual ini yang saya rasakan: ada siswa yang aktif, yang tidak aktif ada, kadang cuma beberapa saja yang mengikuti pelajaran,” tuturnya (6/12/2020).
Penting sekali memperbaharui dan mengembangkan sistem pembelajaran jarak jauh saat ini. Nyatanya tugas yang diberikan guru tidak semua dikerjakan dengan maksimal.
“Kita kan kalau di kelas bisa memberi tidakan ke siswa yang diam dan yang tidak paham gitu kan, misalnya kita memberi masukan ke siswanya secara langsung. Tapi kalau misalkan virtual kan sudah begitu saja, jadi peran guru cuma menyampaikan materi saja,” tambah Dwi.
Ditambah persoalan tugas, adanya peserta didik yang tidak mengumpulkan dan mengumpulkan. Hal yang serupa ini terjadi bukan hanya untuk mata pelajaran yang berat-berat saja, seperti fisika. Tapi ternyata memang sama saja, semua mata pelajaran lain pun memiliki stagnan layaknya pemberian materi yang tak terarah.
Untuk persoalan yang tidak memiliki gawai di wilayah Kabupaten, belum pernah mendengarnya. Kadang ada dan kadang tidak adanya kuota menjadi suatu akar permasalahan bagi peserta didik. Serta perekonomian peserta didik yang berlatar belakang berpenghasilan.
Tidak berimbangnya jangkauan pendidikan di tengah pendemi hingga kini, menjadi tantangan bagi semua penggiat apapun, untuk lebih mengenal dan memahami kembali keberfungsian sebuah edukasi.
Perlu adanya pranata edukasi yangdigencarkan lagi untuk menyeimbangkan kelancaran pembelajaran jarak jauh di rumah masing-masing.
Hanya saja penyaluran kuota belajar dari Kemendikbud yang dimulai dari hari Selasa, 22 September—Desember 2020 tersalurkan tidak seimbang. “Siswa mendapat 50.000, sedangkan guru 100.000,” ujar Sapto (nama samaran) selaku guru SMA.
Pemandangan tersebut sunguh tidak adil pada praktiknya. Perbedaan tersebut patut dipertanyakan, mengapa ada perbedaan penyaluran.
Siswa tentu lebih banyak menggunakan data internet dalam pembelajaran jarak jauh.
Karena per mata pelajaran, jika menggunakan Zoom dapat menghabiskan 2 GB.
Jika dikalikan dengan 12—15 mata pelajaran kalkulasi pengeluaran data internet siswa 3 GB, belum mengerjakan tugas selagi guru itu sering memberikan tugas.
Lansiran dari Presiden Joko Widodo bahwa “Bantuan paket pulsa internet untuk pelajar dan guru, dan berbagai program peningkatan kualitas guru telah disediakan pemerintah,” dalam peringatan Hari Guru Nasional 2020 di Jakarta, (25/11/2020).
Adapun kutipan lain yang diambil dari Kompas.com “Sesuai dengan Persejen, alokasi kuota November digabung dengan alokasi Desember,” ujar kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Evy Mulyani, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (29/11/2020).
Ramai pula dipertanyakan para orang tua, apakah semua nomor gawai tersalurkan dengan rata? Pertama, memang dapat melakukan pengecekan di laman "https://kuota-belajar.kemendikbud.go.id."
Jika ada yang tidak mendapat subsidi tersebut siapa yang akan bertanggung jawab dalam iming-iming fasilitas tersebut.
Akankah kuota internet tersebut diberikan secara susulan kepada siswa, mahasiswa, guru, serta dosen yang belum mendapatkannya.
Apalagi menurut PLT Kepala Pusat Data dan Informasi, Muhammad hasan Chabiebie, sesuai Persejen Kemendikbud, bahwa bantuan kuota data internet bulan Desember dibagikan sekaligus pada akhir November.
0 komentar