Kurikulum 2013 mempunyai metode pembelajaran 5W 1H. Dalam konteks ini, kurikulum pengganti KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tersebut menggunakan metode pembelajaran Student Center. Metode tersebut menitik beratkan siswa sebagai subjek utama kegiatan pembelajaran.
Siswa dituntut menjadi lebih kritis terhadap materi-materi pembelajaran. Konsep kritis mengacu pada kebiasaan jurnalis dalam memburu berita, yaitu dengan menggunakan 5W 1H.Pertanyaan-pertanyaan mendasar tersebut (5W 1H) jika diterapkan dalam pembelajaran akan membantu siswa memahami materi-materi.
Penggantian kurikulum sebelumnya dari Teacher Center menjadi Student Center diharapkan mampu menjadikan siswa lebih aktif serta meningkatkan tingkat pemahaman mereka.
Menjadi jurnalis di sekolah sangat membantu siswa dalam memahami materi. Hal tersebut sangat beralasan. Jika metode pencarian berita juga diterapkan di kelas, siswa akan mengetahui permasalah yang sedang ia pelajari.
Misal, penggunaan kata tanya“mengapa”. Penggunaan kata tanya tersebut bersifat lebih multi informasi serta mendetil. Pertanyaan tersebut akan membuat siswa memperoleh jawaban yang lebih umum namun masih dalam lingkup materi.
Metode menjadi jurnalis juga membentuk karakter menjadi lebih percaya diri. Layaknya jurnalis yang selalu bertanya pada narasumber, siswa juga dituntut selalu bertanya pada guru atau teman penyampai materi. Berani bertanya inilah yang menjadi indikasi siswa lebih aktif dan percaya diri.
Semakin percaya diri siswa maka semakin berhasil pemmbelajaran Student Center. Dengan demikian otak jurnalis otomatis melekat dalam diri siswa. Pemikiran tersebut akan membantu siswa ketika duduk di bangku kuliah, dimana proses belajarannya bersifat individualis.
Walaupun cukup efektif membantu siswa menyerap materi ajar, metode ini juga cukup berisiko. Ada beberapa risiko yang mungkin akan dihadapi siswa dan guru.
Risiko dalam proses penilaian. Pada proses penilaian bisa terjadi ketimpangan. Hal ini beralasan karena proses penilaian menggunakan metode Test dan non-test dan juga penilaian keterampilan. Anak-anak yang aktif cenderung akan lebih unggul sementara anak-anak yang pasif akan sedikit terkesampingkan. Anak-anak yang pasif akan sulit dilihat oleh guru (dalam artian tingkat interaksinya)
Resiko yang kedua adalah manajemen waktu dan materi yang disampaikan sedikir bermasalah. Hal ini beralasan karena rata-rata pembelajaran di kelas menggunakan metode presentasi. Setiap kelompok siswa diberikan materi lalu dipresentasikan di hadapan teman-temannya. Hal inilah yang membuat manajemen waktu menjadi bermasalah karena dapat lebih lama atau bahkan lebih singkat. Selain itu, presentasi yang dilakukan oleh siswa belum tentu dapar dicerna dengan baik oleh siswa yang lain.
Dalam pembelajaran ini benar-benar difokuskan pada siswa. Hal ini membuat siswa yang tidak aktif kesualitan mencerna materi. Risiko inilah yang membuat siswa menjadi malas.
Kemalasan juga menjadi resiko yang akan dihadapi beberapa siswa. Jika dalam pembelajaran dibentuk kelompok, siswa yang malas akan semakin malas dan yang rajin akan semakin rajin. Hal ini sangat beralasan karena siswa yang rajin cenderung lebih aktif. Siswa yang malas biasanya lebih pasif bekerja.
Namun, dari beberapa risiko yang mungkin muncul kita patut bertenang diri karena ada beberapa kondisi yang membuat siswa lebih mandiri. Mencari matei secara mandiri, mencari sumber data secara mandiri, hiingga menimbang jawaban yang benar secara mandiri. Hal tersebut membuat siswa lebih berani dalam mengambil keputusan.
Karakter-karakter positif akan terbentuk jika pembelajaran Student Center berjalan dengan baik. Karakter siswa sebagai sosok yang pemberani akan terbentuk dari kebiasaan menyampaikan pendapat. Selain itu akan lebih banyak siswa yang percaya diri dengan kemampuannya.
Akan terbentuk karakter siswa yang madiri dalam belajar. Hal ini sangat beralasan karena siswa dibiasakan mencari materi pembelajaran secara mandiri. Selain itu, setelah mencari materi siswa juga dituntut mendalami materi tersebut guna menjawab pertanyaan.
Seperti yang disampaikan di awal, proses belajar mandiri akan membuat siswa terbiasa melakukan apapun secara mandiri. Hal ini seperti metode pembelajaran di perguruan tinggi, dimana mahasiswa hanya diberikan bahan untuk belajar selanjutnya ia mencari sendiri materi-materi yang dibutuhkan.
Layaknya mahasiswa yang kritis, pembelajaran dengan metode jutnalis akan membuat siswa lebih berwawasan dan kritis. Wawasan siswa akan sangat luas. Wawasan mereka yang luas didapat saat mencari materi yang dibutuhkan, jika dari satu sumber kurang memuaskan mereka akan mencari ke sumber yang lain.
Dengan demikian, metode pembelajaran jurnalis atau yang kita kenal sebagai Student Center sebenarnya menyiapkan siswa untuk berpikir lebih dewasa. Oleh sebab itu, guru kelas sudah selayaknya memberikan fasilitas pembelajaran yang mengarah kekedewasaan berpikir. Bisa dengan memberikan pancingan-pancingan agar siswa bertanya atau dengan interaksi lainnya.
Dulu, kegaduhan di kelas menjadi hal yang sangat tidak dianjurkan karena menganggu kelas lain maka dengan pembelajara “Jurnalis” kegaduhan menjadi hal yang wajar. Layaknya jurnalis yang selalu gaduh dalam memburu informasi dari narasumber.
0 komentar