Seperti biasanya nasi kucing di angkringan Mbok tri sungguh nikmat entah jurus pikat apa yang ia tambahkan diracikannya, padahal nampak luarnya nasi itu sama seperti nasi kucing pada umumnya.
Tapi memang ku akui kalau soal rasa, penilaian dari mata kalah akuratnya dengan lidah. Setelah selesai menikmati hidangan ala angkringan mbok Tri, aku menyandarkan bahuku pada kursi kayu, merehatkan fisik dan pikiran sembari mengenang kejadian-kejadian yang telah kulalui sepekan ini .
Hari ini salah satu hari yang melelahkan untukku, pagi-pagi buta aku sudah dikejutkan oleh penampakan besar tinggi dan beraroma lintah darat, siapa lagi kalau bukan ibu kos yang mungkin cita-citanya ingin naik haji lima kali.
Bagaimana tidak? Sehari saja ia bisa menagih uang kos sampai 100 kali, padahal masih tersisa watu seminggu untuk jatuh tempo. Lagi pula aku belum pernah telat dalam membayar kewajiban itu, hanya saja bulan ini adalah bulan yang berat untuk ku.
Aku tak tahu, entah kesialan dari mana yang aku dapat. Apa karena uang 5 perak yang kutemukan di jalan? Konon orang-orang sengaja membuang uang untuk melepas sial dan memindahkan kesialannya pada orang yang menemukan uang itu. Hah!!! persetan dengan mitos, kan sayang uang Rp.5000 di jalan hanya diliat saja.
Lebih baik diambil, lumayan buat beli nasi kucing dapat 5 bungkus, bonus es teh juga kalau belinya di angkringan Mbok Tri. Oh iya, perkenalkan, aku Yudhis, Yudhis Dewantara, aku bekerja sebagai buruh tinta serabutan yang hanya menggantungkan diri pada hasil honor membuat cerpen mingguan.
Tapi entah mengapa 3 bulan belakangan ini, aku seperti kehilangan ilham untuk menulis. Ide-ide seperti enggan untuk sekedar mampir di otakku , pantas saja cerpen yang kukirimkan tempo hari ditolak oleh koran, sepertinya aku yang kehilangan daya pikat!
Kalau begitu terus, semakin hari aku akan semakin kehilangan pembaca, "Kenapa bang Yudhis ? Mukanya udah kayak orang gak megang uang setahun aja," celetukan Akew membuyarkan lamunanku.
"Bisa aja kamu kew, aku emang lagi bokek ni, cerpenku gak biasanya ditolak nih!," jawabku. "Lah kok bisa bang?" tanya Akew spontan.
“Perkara uang lima ribu perak kew, aku jadi ketiban sial !"
"Mitos itu bang , orang aku aja kemaren nemu uang 20rb tak ambil gak terjadi apa-apa tu, biasa aja hidupku hahahah"
"Iya sih kew, mungkin aku lagi gak hoki aja di awal bulan ini "
"Udah deh bang dari pada pusing mikirin cerpen yang sepi pembaca, mending liat Youtube. Seru nih, ada artis berantem-berantem sampe trending satu, lucu bang buat hiburan," kata Akew .
"Ooooo jadi ituuuu ternyata ! "
Mitos emang tetap mitos, mungut uang di jalan bukan perkara ternyata. Mungkin saat ini, yang seperti itu agaknya lebih menjual dari pada cerpenku di koran cetak. Oh mirisnya nasib...................
.............................................................................................................................................
“Biarlah sebidang tanah ini ditanami tampui, cempedak, kelubi, atau manggis yang meranum “. Petuah itu masih terngiang di kepalaku, tetua yang meregang nyawa di pohon karet ujung kebun itu rupanya meninggalkan bekas dalam ingatanku.
Bukan hanya itu saja, setiap malam ia selalu hadir di mimpiku entah aku tak tahu apa itu pertanda buruk ataukah pertanda baik, atau ada hubungannya dengan niat jahat Akiong pemilik tambang TI darat terbesar di Parit Tiga itu?
Apa aku harus mati juga di tangan Akiong seperti tetua? Memang sudah kuduga tanah itu memang mengandung timah ber ton-ton, tapi apakah harus ku serahkan begitu saja rimbunan tampui dan kawan-kawannya dengan timah?
Nyawaku selamat uangpun ku dapat, tidak-tidak bagaimana dengan tampui dan kawan-kawanya yang rimbun itu? Apa tega ku biarkan rata dengan tanah? Sedangkan semua yang tumbuh di atas tanah itu sudah hampir punah.
Lalu apa yang akan ku sisakan untuk anak dan cucuku nanti? Uang timah yang panas? Dinikmatipun tak lama! Atau lubang-lubang camui yang menganga? Ya Rabbi, ini Negeri Laskar Pelangi apa Negeri Congklak?
Aku tak tau harus berbuat apa, petuah tetua itu harus ku jaga tapi bagaimana? Akiong punya seribu mata-mata dan aku pasti berujung mati ditangannya! Ah, sungguh aku hanya berani berdiri di tengah-tengah antara kebenaran dan keburukan .
*TI : Timah Inkonvensional
*Lubang Camui : Lubang galian TI
...........................................................................................................................................................
0 komentar