Masjid merupakan sarana tempat
ibadah umat Islam yang kedudukanya sangat penting. Masjid berasal dari bahasa
Arab, yaitu sajada yang artinya tempat sujud atau tempat untuk menyembah
kepada Allah swt. Mengacu kepada tarikh di dalam buku sejarah peradaban Islam
karya Syamruddin Nasution, sejarah didirikanya masjid oleh Rasulullah Saw.
ketika beliau hijrah dari Makkah ke Madinah. Ketika itu beliau menginap di
rumah Kalsum bin hindun untuk beberapa hari. Di halaman rumah itulah pertama
kali Nabi membangun masjid yang diberi nama masjid Quba.
Pada zaman Rasulullah, fungsi
masjid selain digunakan untuk ibadah sholat lima waktu, juga dipakai sebagai
tempat belajar, bermusyawarah masalah-masalah yang dihadapi, mengumpulkan
zakat, tempat berkumpul, merawat pasukan perang yang sakit dan menjadi pusat pemerintahan. Selain itu, para sahabat yang
miskin tidak mempunyai rumah, menjadikan sudut-sudut masjid Nabi sebagai tempat
tinggal mereka. Uraian singkat tersebut, memperlihatkan fungsi masjid yang
tidak hanya digunakan sebagai sholat saja, namun lebih dari itu sebagai pusat
kegiatan umat Islam diluar ritual ibadah yang pada intinya sebagai sarana untuk
kemajuan, memajukan, dan tempat berlindung bagi umat muslim.
Mengembalikan
Fungsi Awal Masjid
Dari ringkasan sejarah
tersebut, nampaknya perlu kita terapkan kembali tradisi yang dibangun semasa
Rasulullah, apalagi dimasa pandemik ini berakibat sekolah dan perguruan tinggi ditutup sehingga semua siswa dan mahasiswa
wajib belajar dirumah masing-masing. Tetapi yang perlu digaris bawahi, tulisan
ini hanya membahas penggunaan masjid sebagai sarana pendidikan dan itu sifatnya
terbatas. Dalam artian hanya orang sekitar masjid saja yang dianjurkan ikut
belajar bersama dan menggunakan masjid sebagai sarana pendidikan dalam situasi
pandemik.
Melihat fenomena saat ini, ada
ribuan mahasiswa yang terpaksa pulang ke kampung halaman. Hal ini sangat tepat
dengan pendapat Kuntowijoyo dalam bukunya yang berjudul Muslim Tanpa Masjid dalam
esai ilmu sosial profetik, beliau mengkritisi disertasi di IAIN yang tidak
banyak berpengaruh dalam kehidupan sosial. Karena itu harus ada gerakan
intelektual yang menghubungkan perkembangan intelektual dengan perkembangan sosial,
kampus dengan masyarakat. Terkait dengan itu, mahasiswa juga harus terus
mengasah ketajaman nalar kritisnya, tidak hanya kritis dengan kebijakan, tetapi
ketika kembali ke kampungnya juga harus tajam nalar kritisnya, bisa membaca
keadaan masyarakat dibagian mana yang perlu ditambah, perbaiki, atau dipangkas.
Langkah
Strategis Mahasiswa
Inilah momen yang sangat tepat
sekali apalagi mahasiswa harus punya peran di kampung halaman masing-masing,
sebab seorang mahasiswa menyandang gelar kontrol sosial, agar tidak menjadi
semboyan belaka. Yang lebih menyedihkan lagi, jikalau sebelum kampus ditutup
mahasiswa menjadi aktivis, tapi ketika dikampung halamanya tidak bisa menjadi
aktivis dimasyarakatnya. Kalau demikian kenyataanya, kata Tan Malaka, pendidikan
tidak perlu kalau merasa asing bahkan merasa eksklusif untuk melebur ditengah
masyarakat. Kiat apa saja yang bisa
dilakukan agar masjid menjadi sarana pendidikan bagi warga sekitar. Langkah
strategis yang bisa dilakukan oleh mahasiswa antara lain:
Pertama, pengorganisasian
remaja sekitar untuk diberdayagunakan untuk menjadi penggerak sekaligus pelopor
dalam memakmurkan masjid. Karena remaja memerlukan wadah untuk menyalurkan
kemampuanya. Memang bisa jikalau tidak dibuatkan wadah, akan tetapi kurang ,maksimal
dalam mencapai tujuan. Urgensi dari pembentukan ini ialah agar kaum mudanya
bisa berdaya dalam masyarakat sendiri dan menjadi motor penggerak. Selain itu,
melatih hard skill dan soft skill. Secara otomatis jika sudah ada
motor penggeraknya, akan menarik minat masyarakat untuk ikut berpartisipasi
didalamnya dalam rangka memakmurkan masjid. Pola pikir yang seperti itu akan
sedikit demi sedikit mengikis paradigma masyarakat bahwa masjid hanya digunakan
untuk ritual ibadah saja.
Kedua, membentuk
forum belajar bagi semua kalangan, baik yang masih sekolah maupun yang sudah
putus sekolah dan menggunakan masjid sebagai tempat belajar. Seperti poin yang
pertama disebutkan yaitu mengorganisir remaja untuk aktif di masjid, maka
perkumpulan remaja itu bisa diberdayakan menjadi guru maupun pendamping belajar
bagi anak-anak terkhusus yang masih sekolah dasar maupun menengah pertama.
Diharapkan dimasa pandemi, kegiatan belajar tidak mandek dikarenakan sekolah
tutup, sebab jika pembelajaran mandek, bisa dibayangkan berapa juta anak yang
akan terbodohkan karena pandemi ini. Untuk persoalan ini, mahasiswalah yang
harus tampil digarda terdepan.
Ketiga, memanfaatkan
ruang maupun sudut-sudut masjid yang kosong dengan membentuk perpustakaan umum
bagi jamaah maupun warga sekitar. Jika hal ini dikelola dengan baik, perlahan
akan membentuk lingkungan yang melek dengan literasi. Seperti yang umum
diketahui, bahwa tingkat membaca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan
dibanding dengan negara tetangga. Oleh sebab itu, dengan ditutupnya sekolah
maupun universitas, diharapkan terutama bagi mahasiswa yang pulang ke kampung
halaman bisa membawa budaya membaca ke lingkungan tinggal mereka.
Keempat, memberikan
edukasi terkait teknologi dan informasi, sebab para mahasiswalah yang paling
familiar dengan itu karena sering bersentuhan. Tidak bisa dipungkiri
perkembangan teknologi informasi tumbuh sangat pesat. Pertumbuhan itu jika tidak
disikapi dengan bijak, ketertinggalanlah yang terjadi, terlepas baik buruknya.
Oleh sebab itu, selain pendidikan juga dibarengi dengan edukasi teknologi
informasi.
Dari keempat poin diatas,
sudah memenuhi agar terjadi siklus lingkungan yang melek dengan pentingnya
pendidikan. Kalau dimisalkan masjid dijadikan ruang untuk belajar, maka bisa
dikiaskan sebagai sekolah. Kemudian pemberdayaan para remaja diumpamakan
sebagai tenaga pendidik. Pembentukan perpustakaan dimasjid sebagai fasilitas
mencari referensi agar pengajaran menjadi lebih
kaya. Walaupun konsep seperti ini tidak ada kurikulum yang tetap sebagai
acuan, tetapi jika hal seperti yang sudah dipaparkan itu dibudayakan, maka akan
terwujud masyarakat, apa yang disebut dalam Islam sebagai
pendidikan dari buaiyan sampai liang lahat. Jika tidak bisa keempatnya, minimal
aktif mengajarkan membaca. Mengutip kata Prof. Azyumardi Azra dalam kuliah umum
PAI (Pendidikan Agama Islam) Universitas Ahmad Dahlan, beliau menyebut pandemi
ini banyak membawa berkah terselubung, terutama dalam bidang pendidikan.
0 komentar