Pendidikan ialah kunci yang paling utama bagi suatu negara agar dapat bersaing secara global maupun internasional. Pendidikan sebagai lahan untuk mewujudkan kesejahteraan nasional. Setiap manusia yang cerdas dan berkarakter menjadi prasyarat terbentuknya peradaban yang tinggi. Islam memberikan apresiasi yang amat tinggi terhadap akal.
Oleh karena itu, akal sering kali disandingkan dalam bebrapa kesempatan dan pembahasan. Dari akal dan daya pikir yang telah dianugrahakan oleh Allah, manusia dapat menggali berbagai pengetahuan yang ada di alam semesta, baik yang bersifat makro dan mikro dan dari sini muncullah berbagai disiplin ilmu.
Belajar dari Rumah (BDR) dilaksanakan dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 15, dijelaskan bahwa PJJ adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lain.
Dalam pelaksanaannya, PJJ dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (daring) dan pembelajaran jarak jauh luar jaringan (luring). Dalam pelaksanaan PJJ, satuan pendidikan dapat memilih pendekatan (daring atau luring atau kombinasi keduanya) sesuai dengan karakteristik dan ketersediaan, kesiapan sarana dan prasarana.
Dari paparan di atas, salah satu jenis PJJ adalah pembelajaran daring. Sistem pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antarguru dan peserta didik, melainkan secara online yang menggunakan jaringan internet.
Manusia juga memiliki kebebasan dalam berbuat dan berkendak sesuai dengan sunnatullah. Gabungan antara kemampauan akal, kebebasan manusia berkendak dan berbuat, juga sunnatullah inilah yang sumber kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Akhir-akhir ini di Indonesia muncul banyak permasalahan dalam berbagai ranah (area). Termasuk salah satu yang menjadi masalah yang harus mulai dipikirkan pemerintah Indonesia adalah mengenai banyaknya kasus dilema orang tua dan anak dalam pembelajaran secara daring.
Hampir setiap hari media massa tidak pernah melewatkan untuk memberitakan kasus tersebut termasuk mengenai kasus kekerasan dalam pendidikan yang terjadi pada anak. Kekerasan kini sudah mulai membudaya di masyarakat dapat dilihat dari meningkatnya jumlah, jenis, maupun kualitas kekerasan itu sendiri.
Ragam ataupun jenis kekerasan banyak sekali, salah satu di antaranya adalah ketidakadilan dalam pendidikan sekarang. Tindakan ini meskipun masih dalam pembelajaran jarak jauh tetapi masih ada. Tindakan bisa dengan mudah dikenali, diantaranya adalah intimidasi, pelecehan, diskriminasi, pengucilan, ejekan, mencuri, dan mental yang dilakukan terhadap orang lain.
Permasalahan yang terjadi bukan hanya pada ketersediaan fasilitas pembelajaran, melainkan ketiadaan kuota (pulsa) yang membutuhkan biaya cukup tinggi, guna memfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring, terutama orangtua peserta didik dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, tidak memiliki anggaran dalam menyediakan jaringan internet.
Tidak berhenti sampai di situ, meskipun jaringan internet dalam genggaman tangan, peserta didik menghadapi kesulitan akses jaringan internet karena tempat tinggalnya di daerah pedesaan, terpencil dan tertinggal. Kalaupun ada yang menggunakan jaringan seluler terkadang jaringan yang tidak stabil, karena letak geografis yang masih jauh dari jangkauan sinyal seluler.
Hal ini juga menjadi permasalahan yang banyak terjadi pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran daring, sehingga pelaksanaannya kurang efektif. Hal inipun menyita perhatian banyak kalangan, mengingat perbuatan pada pembelajaran daring ini dapat memberikan dampak buruk dan baik bagi perkembangan psikologis anak.
Banyak anak-anak ataupun mahasiswa yang mengalami gangguan psikologis bahkan mengarah pada gangguan patologis. Anak-anak, siswa-siswi, mahasiswa-mahasiswi ini sering sekali merasa cemas. Mereka juga sering mengalami ketakutan saat mendapat hukuman, merasa teraniaya, depresi, tertekan, dan hanya menjadi seorang yang pasif. Ada sebagian yang mengalami tidak berarti di lingkungannya dan sama sekali tidak prcaya diri.
Guru dan peserta didik melakukan pembelajaran bersama, waktu yang sama, dengan menggunakan berbagai aplikasi, seperti Whatsapp, Telegram, Zoom Meeting, Google Meet, Google Classroom, Quiepper School, ruang guru dan aplikasi lainnya.
Selanjutnya, mencermati fakta di masyarakat saat ini, sebagian orang tua peserta tidak memiliki perangkat handphone (android) atau komputer untuk menunjang pembelajaran daring, terlebih bagi peserta didik sendiri.
Kondisi demikian membuat mereka kebingungan menghadapi kenyataan yang ada. Satu sisi dihadapkan pada ketiadaan fasilitas penunjang, sisi lain adanya tuntutan terpenuhinya pelayanan pendidikan bagi peserta didik. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga berhak mendapat pendidikan.
Potret lainnya adalah ketidaksiapan guru dan peserta didik terhadap pembelajaran daring juga menjadi masalah. Perpindahan sistem belajar konvensional ke sistem daring secara tiba-tiba (karena pandemi Covid-19) tanpa persiapan yang matang. Akhirnya, sejumlah guru tidak mampu mengikuti perubahan dengan pembelajaran berbasis teknologi dan informasi.
Padahal sebuah keniscayaan guru itu memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajarannya, lebih-lebih di masa pandemi Covid-19. Mau tidak mau, siap tidak siap, semua ini harus tetap dilaksanakan agar proses pembelajaran dapat berjalan dan terpenuhinya hak peserta didik dalam memperoleh pendidikan walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19.
Di dalam Qur'an terdapat banyak ayat yang menyeru manusia untuk berfikir tentang alam raya beserta gejala - gejalanya yang beraneka ragam. Dengan demikian akal berwawasan luas dan mengakui Pencipta alam raya ini, suatu aspek aqidah yang akarnya tertanam di dalam hati dan berbaur dengan daging dan darah, rasio dan emosi.
Qur'an menyeru manusia merenungi alam raya ini agar memperoleh pelajaran dan merasakan hakekatnya. Misalnya, pada kelahiran Nabi Isa AS terdapat pelajaran penting bagi akal untuk mengenal rahasia kekuasaan Ilahi.
Kelahiran ini menggegerkan masyarakat Bani Israil yang telah mampu membangun dunia dan menguasainya, karena akal mereka tidak mampu menyerap hakikat Kekuatan Yang Agung di balik segala sesuatu yang ada (mawjud), dan menyadari adanya kemampuan berfikir yang merupakan kualitas khusus bagi manusia.
Pada faktor agama di dalam surat Al-Hujurat ayat 11 memberikan petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan oleh seorang mukmin terhadap Allah SWT. Dalam surat ini dijelaskan bahwa seorang mukmin terhadap manusia keseluruhan demi terciptanya sebuah perdamaian.
Etika yang diperhatikan untuk mencipktakan sebuah perdamaian dan menghindari pertikaian yaitu menjauhi sikap mengolok-olok, mengejek diri senriri, meremehkan diri sendiri, memberi panggilan buruk, berprasangka buruk, ghibah dan sombong.
Berikut adalah bunyi surat Al-Hujurat ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah salaing memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Masa–masa seperti ini sangat rawan untuk kita bersosial. Terlebih di era yang sagat millenial sepeti ini seakan-akan dunia sudah berpindah dalam teknologi. Hal yang tidak baik tidak henti-hentinya selesai. Kita sebagai seorang cendikiawan harus melawan itu semua.
Hanya iman yang perlu kita perlukan untuk menghadapi perlawanan seperti itu. Seorang muslimah atau muslimin hanya perlu bersabar adalah kunci utama. Sebagaimana seorang cendikiawan menyikapinya dengan lebih bijak. Kembali mengingat di dalam surat Al-Juhurat ayat 11 diatas, Allah akan selalu ada bersama orang-orang yang sabar.
Manfaatkan teknologi sebaik mungkin, dan memulai hal yang positif sebagai cendikiawan. Waktu adalah pedang, mempergunakan waktu untuk hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Cendekiawan muslim baik klasik dan kontemporer memiliki posisi yang tinggi dalam agama.
Perbedaannya hanya terletak pada penekanan pemaknaannya saja sesuai dengan latar belakang keilmuan masing – masing. Dalam konteks ini, akal tidaklah bertentangan dengan agama, begitu sebaliknya.
Seperti orang yang berjalan dalam kegelapan, akal adalah mata sedangkan agama berfungsi sebagai penerang mata. Keduanya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam menilai sesuatu (values judgment). Wallahua’lam...
Kasus Bullying masih terjadi walaupun diterapkan Pendidikan Jarak Jauh ya? MasyaAllah..
Ariati
2021-01-16 09:39:53