Pada tanggal 9 Maret 2020 WHO (World Health Organization) atau Badan Kesehatan Dunia secara resmi menetapkan virus corona (Covid-19) sebagai pandemi yang telah menyebar secara luas di dunia. Banyak negara mengambil tindakan juga, upaya untuk menghambat penyebaran virus, termasuk menetapkan social distancing, menutup bandara, bahkan sekolah.
Dampak dari pandemi sendiri yaitu, keterbatasan untuk berkomunikasi secara langsung yang merupakan salah satu aktivitas penyampaian informasi, baik itu pesan, ide, dan gagasan, dari suatu pihak ke pihak lainnya.
Secara umum komunikasi dapat dinikmati oleh manusia, baik itu secara individu maupun organisasi, juga sebagai alat kendali, alat motivasi, ungkapan emosional. Namun, bukan hanya komunikasi saja yang terbatas. Dampak ini pula berpengaruh bagi pergaulan khususnya para remaja.
Jika melihat kembali sebelum pandemi yang ditetapkan oleh WHO, pola pergaulan remaja seperti yang kita ketahui terbagi menjadi dua kelompok. Yaitu, remaja yang berprestasi dan remaja yang melakukan tindakan atau perbuatan yang merugikan dirinya dan masyarakat sekitar.
Masalah utama ada di remaja yang suka melakukan tindakan yang merugikan, atau masyarakat menyebutnya bandel terhadap peraturan yang sudah ditetapkan. Balapan liar, pergaulan bebas, narkoba, hamil di luar nikah, berkumpul hingga mengganggu kenyamanan warga sekitar sudah menjadi ciri kriminalitas yang sering muncul pada remaja.
Kebutuhan interaksi dan berusaha melepaskan ketergantung pada orang lain memanglah menjadi ciri unik bagi para remaja. Mereka sedang mencari pola hidup yang sesuai baginya, dan hal ini sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan.
Kehidupan yang sudah kita jalani, dan pengalaman yang sangat berkesan adalah pada masa remaja dimana masa-masa itu tak jauh tentang masalah percintaan, patah hati, pengkhianatan, persahabatan, kesalahpahaman yang dipikir memalukan untuk diingat kembali saat dewasa.
Namun, disaat pandemi seperti ini mungkin remaja akan kehilangan sebagian kenangan dan pengalaman yang akan dia ingat saat dewasa nanti, mengingat situasi sekarang ini komunikasi secara langsung sudah mulai terbatas.
Pembatasan ini pun sebenarnya membawa setidaknya sedikit cahaya bagi pergaulan para remaja. Masa pandemi membuat mereka yang suka buang-buang waktu dan uangnya diluar, tidak bisa lagi keluar sehingga melakukan kegiatan di rumah yang bermanfaat atau bisa mengutarakan imajinasi mereka.
Juga mengisi waktu yang berkualitas dengan keluarga. Inilah yang sangat dibutuhkan pada usia remaja, yaitu bimbingan orang tua. Kapan lagi orang tua bisa lebih dekat dengan anaknya yang ‘sibuk’ selain pada masa pandemi seperti ini?.
Namun, memang benar, tak sepenuhnya pergaulan di masa pandemi ini lebih baik dan tidak menimbulkan dampak negatif. Kebijakan yang mengharuskan segala aktivitas dilakukan dirumah, juga menambah tekanan tersendiri bagi remaja.
Dimana tumbuh kembang mereka yang biasa dipenuhi dengan aktivitas, kini berubah karena harus melakukan karantina untuk menekan laju penularan Covid-19. Hal ini akan berakibat kepada banyak hal di sekitarnya, serta berpotensi menimbulkan permasalahan lainnya, seperti isu kesehatan mental.
Membayangkan bahwa virus ini akan terus berlanjut selama vaksin pun belum ditemukan membuat saya bergidik ngeri, seperti menonton film horor yang nyata di depan mata.
Pergaulan remaja memang penting bagi kehidupan mereka, karena di usia remaja biasanya mereka mulai bertemu dengan nilai-nilai dan norma-norma baru yang berbeda dengan nilai yang selama ini mereka kenal, dan ini juga berlaku bagi semua usia yang setiap hari butuh untuk berkembang dengan berkomunikasi dan bersosialisasi.
Karena jika pola pergaulan dimasa pandemi tetap berlangsung, mungkin akan berpengaruh pada kesehatan fisik dan psikologis mereka, ditambah penetapan social distancing ditetapkan secara tiba-tiba dan membuat mereka memaksakan untuk terbiasa terhadap peraturan baru.
J.L Gillin dan J.P Gillin mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu ras identitas bersama.
Dari teori J.L Gillin dan J.P Gillin bisa kita tarik pemahaman bahwa masyarakat adalah kelompok yang berinteraksi. Namun, jangankan masyarakat, lingkup yang lebih kecil dari itu yaitu remaja saja sudah tidak bisa berinteraksi dan bergaul sebagaimana mereka seharusnya.
Center for Disease Control, Amerika Serikat, menyebutkan usia anak-anak dan remaja orang yang rentan menghadapi krisis dan stres saat pandemi Covid-19. Pada saat-saat inilah para remaja harus mengisi waktunya untuk menghindari stres.
Mereka dapat belajar menjadi lebih kompak, dan lebih kuat. Mereka dapat membentuk pribadi yang baru dan menjadi manusia yang lebih baik, melihat dan memahami situasi yang ada di rumah dan lebih menghargai setiap orang karena masing-masing pasti mempunyai peran penting dalam hidup.
0 komentar