Anak terlahir dengan keunikan tersendiri. Meskipun terlahir dari rahim yang sama, seorang anak memiliki bakat yang berbeda satu dengan lainnya. Penyebab perbedaan tersebut sampai saat ini belum ada yang dapat mengungkapkan secara gamblang. Hasil-hasil riset terkait hal tersebut belum juga ditemukan.
Seolah perbedaan adalah sesuatu yang nyata given dari Tuhan. Oleh sebab itu kita tidak perlu memperdebatkan perbedaan tersebut, yang terpenting cara menyikapi perbedaan tersebut. Perbedaan tersebut disikapi secara positif atau dengan negatif.
Terkait perbedaan bakat pada anak, banyak orang tua yang salah dalam menyikapinya. Sesuatu yang tidak lazim sering dianggap sebagai kekurangan. Misal anak susah menerima pelajaran matematika. Kesulitan anak memahami pelajaran matematika sering dianggap sebagai kekurangan.
Tulisan ini berupaya membahas langkah-langkah yang tepat dalam menyikapi bakat anak. Jangan sampai kekurangpahaman kita terhadap hal tersebut malah membuat potensi hebat yang terpendam pada diri anak hilang secara sia-sia.
Semua Anak Memiliki Kelebihan
Dalam surah At-Tin dijelaskan bahwa manusia diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan. Ayat ini mengandung makna, tidak ada manusia yang diciptakan dengan kekurangan. Semua manusia terisi secara kodrati dengan kelebihan.
Maka, semua yang ada dalam diri manusia adalah kelebihan yang harus diolah. Dalam kuliah, saya sering mengatakan pada murid-murid saya bahwa rambut keriting bukanlah kekurangan melainkan sebuah kelebihan, yakni lebih melengkung dari lainnya. Begitu juga kulit hitam bukanlah kekurangan yang harus ditangisi. Hal itu adalah kelebihan juga, yakni kelebihan pigmen warna.
Seolah ungkapan saya di atas seperti lelucon, tetapi sesungguhnya itu adalah sebuah pelajaran. Kita harus mengubah pola pikir yang tidak biasa. Berdasarkan Al-Qur’an semua manusia diciptakan dalam keadaan yang sempurna, maka tidak boleh kita melekatkan hal negatif pada diri manusia.
Dari prinsip inilah kita harus yakin, bahwa anak pasti memiliki keunikan dan bakat yang berbeda satu dengan lainnya. Jadi jangan sampai mengatakan anak kita tidak berbakat.
Ketika anak kita tidak dapat melakukan hal sebaik dengan anak lainnya janganlah kecewa. Dia bukan tidak berbakat, melainkan bertemu dengan orang tua yang belum mengenali anaknya sendiri.
Menerima Kenyataan yang Ada
Apapun yang melekat pada anak haruslah disyukuri, diterima, dan jangan dikeluhkan. Menerima kenyataan apa adanya, bisa baik atau buruk, adalah ekspresi syukur yang paling utama. Anak pasti lahir dengan keadaan paling baik.
Tidak menerima keadaan akan semakin memperparah kondisi psikologi anak. Salah satu bentuk tidak menerima pada kenyataan adalah dengan membanding-bandingkan kemampuan anak sendiri dengan anak orang lain.
Jangan membanding-bandingkan, sebab sikap tersebut berdampak buruk. Seorang anak pasti memiliki kemampuan yang berbeda. Dia mungkin kalah dalam satu hal, tetapi dalam hal lain bisa saja lebih unggul. Oleh karena itu jangan tempatkan anak pada bidang yang tidak dikuasai. Agar kepercayaan dirinya muncul.
Jika selalu diletakan pada posisi yang tidak dikuasai, dia akan merasa kalah. Dampaknya minder, tidak percaya diri, dan mungkin yang paling negatif adalah mendapatkan bullying (perundungan) dari orang lain.
Jangan Tutupi Kekurangan Anak
Ketika seorang anak tidak pandai dalam matematika atau bahasa Inggris, sebagian besar orang tua memikirkan tempat les yang terbaik buat mereka. Orang tua sibuk menutupi kekurangan anak tersebut. Pertanyaannya adalah apakah benar hal tersebut kekurangan?
Kekurangan yang dipikirkan orang tua di atas disebabkan karena keumuman yang ada. Karena semua orang menganggap Matematika dan Bahasa Inggris adalah hal yang penting, maka ketika ada yang berbeda dianggap negatif. Padahal bisa jadi diluar bidang tersebut anak sangat berbakat.
Artinya, persepsi kurang tersebut sebenarnya obsesi orang tua dalam membentuk anaknya. Pertanyaannya, mengapa orang tua sibuk membentuk masa depan anak, bukan mengarahkan potensi atau bakat yang dimiliki untuk menjadi perisai anak dalam menentukan masa depannya.
Padahal jika dihitung untung ruginya, antara menutupi kekurangan dengan mengembangkan bakat yang dimiliki hasilnya akan lebih baik yang memupuk bakat. Justru cara terbaik menutupi kekurangan, adalah dengan mengasah bakat setinggi-tingginya.
Fokus Pada Potensi Anak
Jadi, langkah yang terbaik orang tua untuk menutupi kekurangan anak adalah dengan melejitkan bakat yang dimiliki anak. Jangan sebaliknya menutupi kekurangannya dengan berbagai cara yang justru melelahkan dan membuat anak stress.
Intinya jangan paksa anak bertarung di medan tempur yang tidak dikuasai. Memaksakan obsesi orang tua sama saja membunuh potensi lain yang terpendam. Segera temukan bakatnya, lalu kembangkan semaksimal mungkin.
Padahal, bisa jadi anak tersebut memiliki potensi selain pada bidang matematika. Tugas orang tua adalah mencari sisi unik yang melekat pada diri anak. Hal fatal dan buruk dari sikap orang tua adalah berupaya dengan sekuat tenaga menutupi kekurangan tersebut (jika dianggap sebagai kekurangan) dengan memasukan anak pada les matematika.
Bakat Bukan Satu-satunya
Dalam buku manajemen kontemporer, banyak hasil dan riset yang menjelaskan bahwa kesuksesan sebuah perusahaan tidak hanya terletak pada karyawan yang berbakat. Kesuksesan lebih dekat dengan kerja tim. Bahasa lainnya, kemampuan berkolaborasi adalah hal terpenting dalam sebuah perusahaan.
Perusahaan besar membutuhkan super tim, bukan superman. Menjadi bagian dari super tim adalah hal terbaik menuju kesuksesan. Sukses bersama dan menang bersama, bukan lagi tampil sendiri, menang sendiri.
Hal inilah yang menjadi riset Goleman selama bertahun-tahun. Banyak anak cerdas yang gagal dalam menjalani kehidupannya. Salah satu penyebab adalah lemah dalam hubungan sosial satu dengan lainnya.
Berangkat dari fakta-fakta itulah, maka orang tua tidak perlu risau dan khawatir jika orang tua belum menemukan bakat pada anaknya. Kedepan, manusia yang dapat berkolaborasi adalah yang paling memungkinkan survive atau dalam bahasa lainnya sukses.
Mari, ajari anak-anak kita kecerdasan kolaboratif, yakni sebuah kecerdasan beradaptasi dengan lingkungan, menghargai orang lain, dan membangun relasi dengan orang lain. Insya Allah hal ini menjadi solusi kesuksesan anak di masa depan.
0 komentar