22/08/2024 46

Memaknai “Micro-curriculum” dalam Implementasi MBKM

author photo
By Citra Fitri Kholidya

Dosen Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya

Perkembangan revolusi industri 4.0 telah mengubah dunia dan peradaban manusia pada semua semua sector. Era disrupsi yang cukup besar telah mempengaruhi berbagai bidang misalnya bidang ekonomi, bisnis, bahkan Pendidikan. Sehingga dampak lainnya juga pada perubahan sosiokultural dan lingkungan. Kecepatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengiringi dan memfasilitasi percepatan perubahan pada keseharian aktivitas manusia. Internet of Thing (IoT) telah memberikan kesadaran kepada manusia bahwa semua dapat terhubung dalam satu waktu dan terjadi secara simultan. 

Dilansir dari World Economic Forum (WEF) bahwa 36% pekerjaan membutuhkan keterampilan pemecahan masalah, 19 % kemampuan sosial, 18% keterampilan proses, dan 17% keterampilan system. Sedangkan keterampilan fisik hanya 4%. Data tersebut menyebutkan kemampuan pemecahan masalah, sosial proses dan system adalah keterampilan yang paling dicari sebagai keterampilan inti di tempat kerja pada masa mendatang. 

Masyarakat dihadapkan dengan disrupsi pekerjaan dari bidang industri. Permintaan  akan individu menuntut kompetensi dan keterampilan yang secara mahir perlu dikuasai. Selain itu softskill juga sangat berpengaruh bagi individu untuk mencapai kesuksesan di masa depan misalnya kemampuan critical thinking, communication, collaboration, creative thinking, computational logic, compassion dan problem solving (6C+PS).

Data selanjutnya terdapat di OECD Learning Compass Future and Education and Skill 2030 lebih menekankan pada kesejahteraan 2030 dimana  keseimbangan kehidupan kerja, Pendidikan, Kesehatan, kepuasan hidup, keterlibatan public, lingkungan dan masyarakat. Dengan demikian Pendidikan menekankan pada kebutuhan agar peserta didik dapat belajar, mencari dan menemukan arah mereka sendiri melalui pengalaman belajar yang bermakna dan bertanggung jawab terhadap komunitas mereka. Untuk memfasilitasi hal tersebut maka perlu ada keterlibatan dan interaksi intensif dengan teman sebaya, orang tua, guru dan masyarakat. 

Selanjutnya, kerangka pembelajaran untuk pembangunan kompetensi agar dapat maju dan sejahtera 2030 dicapai dengan meletakkan pondasi inti, kompetensi inti dan transformative. Cara-cara yang dilakukan dengan mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kemampuan inti yang perlu dikembangkan, dapat memaksimalkan keterampilan 6C+PS. 

Kemudian, adanya perubahan dari pembangunan pengetahuan menuju pada pembangunan keterampilan, sikap, nilai dan kompetensi yang lebih luas. Pada cara lain pembelajaran itu dilakukan sebagai proses yang berulang dan terus-menerus sehingga keterampilan peserta didik lebih terasah dan terarah.

Pada tahun 2020 lahir sebuah kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang didasarkan pada permendikbud nomor 3 tahun 2020 tentang SNPT. MBKM ini secara filosofi menjadi strategi pemerintah untuk pengembangan SDM pada melalui perguruan tinggi.  

Salah satu kebijakan dalam MBKM ini yaitu memberikan hak belajar kepada mahasiswa 3 semester di luar prodi asal. Landasan filosofi yang coba dibagun oleh Mas Menteri  yaitu bagaikan melatih anak berenang. Jika anak berenang di kolam renang yang tidak ada ombak dan air tenang maka sama halnya dengan mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi asal. 

Namun, jika dosen mengajarkan berenang dan mempersiapkan mahasiswa dapat berenang di laut lepas dengan banyak gelombang kuat maka sama halnya perguruan tinggi telah memberi kesempatan belajar mahasiswa diluar prodi.

“Micro-curriculum” dalam Implemetasi MBKM

Peran Pendidikan menjadi sangat fundamental sebagai pembentuk karakter bangsa. Pada tataran pengembangan kurikulum penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat perlu dilakukan secara cepat dan tepat. Ahli kurikulum menyatakan, “Curriculum is the plan or program for all experiences  which the learner  encounters  under  the direction  of  the  school.” (Oliva, 1982). 

Kurikulum sebagai rancangan, materi pembelajaran, hasil belajar dan pengalaman belajar menjadi aspek yang perlu dengan cepat dan fleksibel beradaptasi terhadap perkembangan zaman. 

Berdasarkan model konsep pengembangan kurikulum bahwa kurikulum jenis ini disebut rekonstruksi sosial dimana Lembaga pendidikan mempersiapkan peserta didiknya untuk menghadapi tantangan, ancaman dan hambatan masa depan. 

Tantangan ini merupakan kompetensi yang sedang ditekuni saat ini akankah diperlukan pada masa mendatang, ataukah kompetensi yang sedang digeluti ini memerlukan kompetensi dari disiplin ilmu lainnya sehingga mahasiswa perlu difasilitasi dalam mengembangkan kompetensinya bahkan sebaiknya fasilitas ini diberikan secara individu untuk hasil maksimal.

Berbagai model implementasi MBKM coba diterapkan sesuai dengan karakteristik perguruan tinggi dan kontribusi apa yang dapat diberikan perguruan tinggi melalui kegiatan MBKM seperti program asistensi mengajar, proyek di desa, kewirausahaan, proyek independent, proyek kemanusian, pertukaran mahasiswa, magang dan penelitian/riset. 

Mahasiswa dapat memilih secara “merdeka “ yang setara dengan 20 sks. Jika melihat model implementasi dari berbagai perguruan tinggi, ada penyesuaian yang didasarkan pada kebijakan perguruan tinggi namun tidak menghilangkan konsep merdeka yang telah ditetapkan mendikbud-Ristek. Hal tersebut semata untuk memfasilitasi mahasiswa agar mempunyai keterampilan tambahan terutama pada softskill dan pengalaman langsung di lapangan sehingga ketika lulus mereka mampu “berenang di laut” menghadapi hantaman ombak yang besar.

Perguruan tinggi saat ini sedang  mempersiapkan melalui revitalisasi kurikulum. Perlu memperhatikan landasan pengembangan kurikulum yaitu filosofis, psikologis, sosiologis, serta landasan IPTEK.  Robert S. Zais (1976) dengan model elektiknya menyebutkan ada empat unsur dalam kurikulum yaitu (1) aim, goals, objectives, (2) content, (3) learning activities, (4) evaluation

Saat ini keterampilan yang dimiliki individu baik hard skill dan softskill menjadi modal utama dalam bekerja maupun menciptakan pekerjaan. Sebagai seorang individu mahasiswa mempunyai sifat unik, dinamis, mempunyai beragam gaya belajar, passion, serta kemampuan yang berbeda beda pula. Maka perlu dipandang penting agar perguruan tinggi memfasilitasinya dan saat ini dapat melalui kegiatan pada Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

Beragam konsep yang sedang berkembang misalnya, micro-schooling yaitu , sekolah dengan dengan kelas lebih kecil terdiri dari 15 siswa atau bahkan kurang dengan beragam usia sehingga guru secara focus dalam mengembangkan peserta didiknya.   Microlearning yaitu sebuah metode penyampaian konten atau pesan pembelajaran melalui unit terkecil sehingga pesan pembelajaran sampai pada peserta didik dengan maksimal sesuai tujuan pembelajaran. 

Selanjutnya, adalah micro-curriculum yang menekankan pada rancangan, materi, kegiatan atau aktivitas pembelajaran yang memang dilakukan oleh peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi dan keterampilan individu secara mendalam sesuai dengan kodratnya sebagai seorang individu yang unik. 

Implementasi micro-curriculum sebenarnya sudah tergambar pada tiga semester yang merupakan kesempatan belajar mahasiswa di luar prodi. Mahasiswa juga berkesempatan mengikuti delapan kegiatan program MBKM. 

Mahasiswa secara “merdeka” dapat memilih kompetensi apa yang akan mereka dalami di prodi lain di perguruan tinggi yang sama atau di prodi lain di perguruan tinggi berbeda. Itu menunjukkan bahwa kurikulum perguruan tinggi telah melakukan micro-curriculum. Implementasi program MBKM perlu dirancang secara cermat sesuai dengan Capaian Pembelajaran Lulusan sehingga dapat memfasilitasi passion mahasiswa yang siap menjadi lulusan unggul masa depan.



Prev Post

IMM Bantul Sukses Selenggarakan Darul Arqam Dasar

Next Post

Indonesia Belum Merdeka, Sebab Pendidikan Masih Mahal Harganya

BACK TO TOP