28/07/2024 157

Diskusi Online JIMM: Nasib Dunia Akademik di Tengah Gempuran AI

Pada Minggu, 28 Juli 2024, pukul 20.00 WIB – 22.00 WIB, Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) menyelenggarakan diskusi online dengan tema "Nasib Dunia Akademik di Tengah Gempuran AI". Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber yang berbagi perspektif mereka tentang dampak dan tantangan AI dalam dunia akademik.

Ahmad Rizky M Umar, Pengajar Tidak Tetap di The University of Queensland dan Incoming Research Fellow di Department of International Politics, Aberystwyth University, Wales, mengungkapkan bahwa "AI konteks spesifik perkuliahan. Pertama, tidak perlu anti AI. Perlu batasan etika untuk pemanfaatan AI. Kedua, terlalu fokus ke AI membuat kita menghilangkan esensi asesment. Perlu memberikan feedback AI secara positif. Kita perlu mendesain pendidikan kita agar memberikan feedback yang baik bagi mahasiswa/pelajar. Selain itu, kreativitas kita diuji.", ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya pemanfaatan AI secara etis dan mendesain pendidikan agar memberikan umpan balik yang konstruktif.

Ilham Akhsanu Ridlo, Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan Mahasiswa Doktoral di LMU Munich, Jerman, menjelaskan bahwa "Di beberapa negara Eropa, khususnya di Jerman, sistem pendidikan cukup konservatif sehingga dampak AI tidak terlalu terasa. Beberapa tools AI tidak selengkap dan sesempurna yang kita kira. Kita tidak bisa mengambil informasi AI secara langsung karena AI juga mempunyai selective bias. Kita juga perlu berdiskusi dan menelaah kembali secara kritis setiap disiplin ilmu, karena setiap disiplin ilmu mempunyai sumber rujukan masing-masing.", ucapnya.

Ia juga mengkritik batasan persenan untuk plagiasi dan menekankan perlunya mendaur ulang informasi dalam konteks AI.

Destita Mutiara, Aktivis IMM dan Lulusan Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, menyoroti bahwa "Kita perlu menggunakan AI secara bijak. Jangan sampai kita terlalu menggantungkan diri pada AI. Misinformasi juga seringkali terjadi ketika memakai AI. Oleh karenanya, peran manusia pun sebetulnya masih sangat besar untuk mendukung kualitas akademis kita.", tambahnya.

David Krisna Alka, Esais Prolifik dan Aktivis Senior JIMM, menyarankan perlunya "rumusan mantap mengenai kode etik publikasi di kalangan akademisi, sehingga validitas dan keakuratan argumentasi dapat terjamin. Bisa belajar dari dewan pers yang sangat ketat mengenai kode etik jurnalisme. Kita perlu menulis secara reflektif. Inilah yang tidak bisa digantikan oleh AI.", pungkasnya.

Diskusi ini memberikan wawasan mendalam mengenai bagaimana AI mempengaruhi dunia akademik dan pentingnya menjaga etika serta kualitas dalam pemanfaatannya.

Tags:

Prev Post

HMPS Perbankan Syariah UAD Adakan Pengajian Ramadhan: Mengurangi Konsumtif dan Menambah Produktif

Next Post

PPDB 2024: Dari Implementasi Hingga Evaluasi

BACK TO TOP