03/03/2025 140

Pendidikan Ekoteologi sebagai Solusi Krisis Iklim

author photo
By Shidiq Setyo Adhi Nugroho

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMY, PK IMM FISIPOL UMY

Beberapa dekade terakhir, perubahan iklim ekstrim semakin dirasakan oleh sebagian besar masyarakat dunia. Hal ini akibat dari krisis iklim yang terjadi di berbagai belahan bumi.

Krisis iklim adalah perubahan iklim ekstrem yang berlangsung dalam jangka panjang, dengan dampak negatif bagi bumi dan umat manusia. Faktor utama penyebabnya adalah aktivitas manusia.

Kerusakan bumi banyak disebabkan oleh tindakan manusia, seperti pemanasan global akibat emisi karbon dari kendaraan bermotor dan pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batu bara dalam jumlah besar.

Krisis iklim saat ini menjadi isu yang banyak diperbincangkan oleh akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat. Namun, masih banyak yang belum sepenuhnya memahami betapa seriusnya dampak yang ditimbulkan.

Tulisan ini mengajak semua sektor kehidupan untuk sadar akan krisis iklim yang tengah kita hadapi. Dibutuhkan kesadaran kolektif untuk menghadapi tantangan ini, karena krisis iklim bukanlah masalah yang dapat dipertanggungjawabkan oleh satu pihak saja.

Waktu untuk bertindak adalah sekarang, sebelum dampak lebih parah dirasakan oleh generasi mendatang.

Krisis Iklim sebagai Peringatan

Manusia sering dianggap sebagai makhluk paling rakus di muka bumi. Hal ini dapat dilihat dari pandangan antroposentris, yang menganggap manusia sebagai pusat segala sesuatu.

Dengan paham ini, manusia melihat alam hanya sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan tanpa mempertimbangkan kelestariannya.

Tingginya kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupannya sering kali menyebabkan eksploitasi alam secara besar-besaran.

Keinginan untuk memenuhi kebutuhan tersebut menyebabkan kerusakan yang sangat besar pada ekosistem, yang akhirnya memicu krisis iklim. Kerusakan ini tidak langsung terasa, namun dampaknya akan dirasakan oleh generasi yang akan datang.

Krisis iklim yang terjadi saat ini bisa dianggap sebagai peringatan atau "warning" bagi umat manusia. Ini adalah waktu yang tepat untuk kita menyadari bahwa apa yang kita lakukan terhadap alam memiliki dampak jangka panjang.

Jika tidak segera disadari, maka anak cucu kita yang akan menanggung akibatnya.

Hilangnya Nilai Religius dalam Menjaga Alam

Krisis iklim yang terjadi saat ini juga bisa jadi akibat dari hilangnya nilai-nilai religius dalam diri manusia. Agama-agama di dunia mengajarkan kita untuk menjaga hubungan baik dengan alam.

Namun, nilai-nilai religius ini sering terlupakan dalam hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, sehingga manusia menjadi semakin egosentris dalam memenuhi kebutuhannya.

Setiap agama memiliki ajaran untuk menjaga alam sebagai amanah, namun banyak tokoh agama yang tidak menekankan pentingnya hal ini dalam ajaran mereka.

Padahal, sangat penting bagi umat manusia untuk menjaga hubungan baik dengan alam. Krisis iklim bukan hanya masalah satu agama, tetapi merupakan tanggung jawab kita semua.

Dalam beberapa tahun terakhir, gerakan multi-keyakinan untuk penyelamatan alam mulai berkembang dan memberikan dampak positif bagi ekosistem. Gerakan ini membuktikan bahwa kesadaran kolektif mengenai pentingnya menjaga alam bisa memberikan perubahan yang besar.

Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana membangkitkan kembali kesadaran religius dalam diri umat manusia untuk menjaga alam.

Pendidikan Ekoteologi sebagai Solusi

Pendidikan ekoteologi dapat menjadi salah satu solusi untuk menghadapi krisis iklim yang semakin parah. Ekoteologi adalah hubungan antara agama dan alam, yang memandang alam sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Pendidikan ekoteologi bertujuan untuk mengajarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga alam melalui perspektif agama.

Di Indonesia, pemuka agama memiliki pengaruh besar terhadap pengikutnya. Oleh karena itu, mereka harus lebih aktif dalam menyuarakan pentingnya menjaga lingkungan.

Sayangnya, masih sedikit tokoh agama yang menyuarakan pesan ini. Karena itu, pendidikan ekoteologi perlu diperkenalkan dan disosialisasikan secara luas, dengan melibatkan para pemuka agama sebagai ujung tombak.

Ekoteologi dapat dimulai dengan membangkitkan kesadaran kolektif antar agama tentang pentingnya menjaga alam. Misalnya, umat Muslim sudah tidak asing dengan konsep "hablum minal alam" yang berarti hubungan manusia dengan alam.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak ajaran agama yang sudah menekankan pentingnya menjaga lingkungan. Namun, ini perlu dipertegas kembali oleh pemuka agama agar pesan tersebut sampai ke umat.

Pendidikan ekoteologi berfokus pada penguatan hubungan antara agama dan alam, sehingga dapat terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pendekatan ini, masyarakat akan lebih memahami bahwa menjaga alam adalah bagian dari kewajiban religius.

Dengan melibatkan berbagai keyakinan, gerakan ini bisa menjadi sebuah gerakan multi-keyakinan yang mengajak seluruh umat manusia untuk bekerja sama menjaga kelestarian alam.

Krisis iklim yang sedang terjadi saat ini adalah peringatan bagi umat manusia bahwa kita telah terlalu jauh merusak alam. Namun, dengan kesadaran kolektif dan pendidikan ekoteologi, kita masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki keadaan.

Melalui pengaruh pemuka agama dan gerakan multi-keyakinan, kita bisa membangkitkan kembali rasa tanggung jawab terhadap alam yang sudah lama terlupakan. Semua agama mengajarkan kebaikan, dan menjaga alam adalah bagian dari kebaikan itu.

Kini saatnya kita memulai langkah-langkah nyata untuk menjaga bumi agar tetap lestari bagi generasi mendatang.


Prev Post

Ramadan 2025: Konsumen Lebih Selektif, Belanja Fokus pada Kebutuhan Esensial dan Produk Lokal

Next Post

Cara Memilih Makanan yang Sehat untuk Sahur

BACK TO TOP