Ketua Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik, PW IPM Jawa Tengah dan Co-Founder Talkative
Di tengah dunia yang kian riuh dengan notifikasi tanpa henti, tekanan tugas, dan kekhawatiran masa depan yang sulit ditebak. Ramadan hadir layaknya jeda yang lembut. Ia datang dengan caranya sendiri: pelan, sunyi, namun penuh makna. Seperti embun pagi yang menenangkan dedaunan, begitu juga Ramadan menyejukkan hati yang lelah dan pikiran yang penat.
Bagi generasi muda, khususnya pelajar dan mahasiswa Gen Z, Ramadan bukan sekadar rutinitas antara sahur dan buka puasa. Ia lebih dari itu sebuah ruang tenang, tempat seseorang bisa menepi dari hiruk-pikuk dunia, mengatur ulang detak hati, dan menyusun kembali arah hidup yang kadang terasa kabur.
Dalam sunyi Ramadan, seseorang belajar menahan. Menahan lapar, menahan emosi, bahkan menahan diri untuk tidak terburu-buru. Dan di situlah, pelan-pelan, tumbuh yang disebut ketenangan. Fokus. Kesadaran. Seperti yang banyak digaungkan oleh para praktisi mindfulness dalam psikologi modern padahal, jauh sebelum itu, Rasulullah telah mengajarkannya lewat puasa.
Di sela agenda kegiatan Ramadan, salah satu bagian kecil dari Peer Counselor Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Jawa Tengah pun mulai tertarik menelusuri jejak ini lebih jauh. Mereka tengah menyusun kajian ringan tentang puasa sebagai praktik spiritual yang bisa berdampak positif bagi kesehatan mental terutama bagi Gen Z yang hari-harinya sering berkejaran dengan kecemasan dan overthinking.
"Puasa itu bukan cuma menahan lapar dan haus. Tapi juga latihan mengelola hati dan pikiran. Dalam bahasa sekarang, itu ya latihan mindfulness."
Yogyakarta punya cerita panjang tentang Ramadan. Bukan hanya tentang semarak lampu gantung dan suara bedug maghrib, tetapi juga tentang tradisi kontemplatif yang mengakar dalam sejarah. Di masa perjuangan, para pemuda di kawasan Kauman, Langgar Kidul, hingga sudut kecil Lempuyangan menjadikan Ramadan sebagai ruang menyusun strategi perjuangan. Mereka berpuasa bukan hanya untuk pahala, tapi untuk menajamkan ketenangan berpikir agar setiap langkah tetap jernih dan setiap keputusan tak dikaburkan nafsu.
K.H. Ahmad Dahlan, tokoh pembaru yang mengakar kuat di tanah ini, kerap mengajarkan murid-muridnya untuk tidak memandang puasa sekadar kewajiban. Puasa, baginya, adalah alat pembersih niat dan pengasah pikiran. Ia adalah ruang untuk mengolah hati agar lebih tenang, lebih dewasa, dan lebih bertanggung jawab.
Ilmu pengetahuan pun mendukung makna spiritual ini. Puasa secara ilmiah terbukti menurunkan kadar hormon kortisol hormon yang bertanggung jawab atas stres dan kecemasan. Di sisi lain, praktik ibadah seperti tadarus, salat malam, dan dzikir memperkuat fokus, memperhalus emosi, dan memperkuat koneksi antara tubuh, jiwa, dan Tuhan.
Sejalan dengan itu, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Puasa adalah perisai. Maka apabila salah seorang di antara kalian berpuasa, hendaklah ia tidak berkata kotor dan tidak berteriak-teriak. Jika seseorang mencacinya atau mengajaknya berkelahi, katakanlah: “Sesungguhnya aku sedang berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim). Ini bukan sekadar nasihat etika, tapi latihan emosional yang sangat relevan dengan pengelolaan diri di era sekarang.
Kita sering terlalu sibuk mengejar banyak hal, sampai lupa bertanya, bagaimana kabar hati sendiri? Ramadan datang untuk itu. Untuk menjadi jembatan agar kita bisa berdamai dengan kekacauan di kepala dan keruwetan di hati.
Seperti yang sering dikatakan almarhum Buya Syafii Maarif, agama harus menghadirkan pencerahan dan keteduhan, bukan sekadar simbol-simbol yang kosong. Maka puasa dalam hakikat terdalamnya adalah pendidikan jiwa. Murah, mudah, manusiawi.
Kini, saatnya kita semua memandang puasa dari sisi yang lebih utuh. Bukan hanya tentang menahan makan dan minum, tapi tentang menata ulang relasi kita dengan diri sendiri. Dengan orang lain. Dengan semesta. Dan tentu, dengan Tuhan.
Barangkali, inilah yang sebenarnya paling dibutuhkan oleh Gen Z hari ini: ruang hening untuk merawat pikirannya, menyejukkan hatinya, dan menemukan kembali arah hidup yang kadang hilang di tengah keramaian dunia.
Tags: Gen Z Puasa Mindfulness Ramadhan Milenial
Copyright By@PUNDI - 2024
BACK TO TOP