09/02/2025 128

Kekerasan Fisik Masih Menghantui Dunia Pendidikan di Indonesia

author photo
By Habib Mustofa

Aktivis IMM dan Pendidik

Dunia pendidikan kita kembali tercoreng oleh berbagai kasus kekerasan fisik yang melibatkan pelajar dan tenaga pendidik. Kasus terbaru, mencuat ke publik menggambarkan betapa fenomena ini terus berulang dan seakan sulit untuk dihapuskan.

Pada 27 Oktober 2023, sebuah video viral menunjukkan seorang siswa di Barito Selatan, Kalimantan Tengah, menantang gurunya berkelahi hanya karena ditegur terkait seragamnya yang tidak rapi. Insiden ini mengejutkan masyarakat dan memunculkan kembali perdebatan tentang krisis disiplin di kalangan pelajar.

Tak lama berselang, pada 29 Agustus 2024, seorang pelajar bernama Ali mengalami kekerasan fisik dari teman-temannya di dalam kelas. Ia dipukuli hingga pingsan saat sedang beristirahat di sekolahnya di Makassar, Sulawesi Selatan. Akibat kejadian ini, Ali mengalami luka lebam di wajah dan tangan.

Kasus lain terjadi pada 21 Januari 2025 di Baturaja, Karawang, di mana dua siswi terlibat perkelahian di tengah jalan akibat perselisihan asmara. Konflik yang bermula dari saling berbalas pesan di WhatsApp ini berakhir dengan bentrokan fisik yang menjadi tontonan publik.

Lonjakan Kasus Kekerasan di Dunia Pendidikan

Ketiga kasus di atas hanyalah segelintir contoh dari meningkatnya angka kekerasan di lingkungan pendidikan. Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat bahwa sepanjang 2024 terjadi 573 kasus kekerasan di dunia pendidikan. Angka ini meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan tahun 2023 dan terus mengalami lonjakan dalam beberapa tahun terakhir.

Koordinator JPPI, Ubaid Matraji, mengungkapkan bahwa tren kekerasan di sekolah semakin mengkhawatirkan. Pada 2020, tercatat 91 kasus kekerasan, yang kemudian meningkat menjadi 142 kasus pada 2021, 194 kasus pada 2022, dan 285 kasus pada 2023. Kekerasan yang terjadi pun beragam, mulai dari bullying verbal dan fisik hingga tawuran antar pelajar.

Faktor Pemicu Kekerasan di Sekolah

Menurut penelitian Edi Kurniawansyah dalam jurnal Civicus Pendidikan, salah satu penyebab utama kekerasan di kalangan pelajar adalah lemahnya kontrol dari orang tua. Banyak anak diberikan kebebasan berlebihan dalam mengakses gawai dan kendaraan bermotor tanpa pengawasan yang memadai. Akibatnya, mereka dengan mudah terekspos konten provokatif yang memicu perilaku agresif.

Selain itu, faktor pergaulan juga berperan besar dalam meningkatnya kekerasan di sekolah. Remaja seringkali menjadikan kekerasan sebagai sarana mencari jati diri dan pengakuan di lingkungan sosialnya. Mereka yang merasa tertindas atau terpinggirkan cenderung melampiaskan frustasi mereka melalui tindakan agresif terhadap sesama.

Peran Orang Tua dan Sekolah dalam Mencegah Kekerasan

Dalam teori ekologi yang dikembangkan oleh Bronfenbrenner, orang tua memiliki peran utama dalam membentuk Spiritual Question anak. Konsep ini menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai moral, empati, dan sosialisasi dalam kehidupan sehari-hari (Ginanjar Agustian, 2002). Sayangnya, masih banyak orang tua yang hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan materi tanpa memperhatikan aspek spiritual dan psikologis anak mereka.

Pendidikan anak sejatinya merupakan tanggung jawab bersama. Guru berperan dalam membina kecerdasan intelektual siswa, sementara orang tua harus memastikan anak mendapatkan bimbingan moral yang baik. Jika kedua peran ini dijalankan secara seimbang, maka angka kekerasan di sekolah dapat diminimalisir.

Selain itu, pihak sekolah perlu meningkatkan pengawasan serta membangun budaya positif di lingkungan pendidikan. Program anti-bullying yang melibatkan siswa, guru, dan orang tua harus diimplementasikan secara serius. Sekolah juga harus memiliki sistem pelaporan yang mudah diakses bagi siswa yang mengalami kekerasan, sehingga tindakan preventif bisa segera dilakukan.

Menuju Pendidikan Bebas Kekerasan

Menghapus kekerasan di dunia pendidikan bukanlah tugas yang mudah, tetapi bukan pula hal yang mustahil. Upaya bersama dari orang tua, guru, dan pihak sekolah harus terus diperkuat untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi para pelajar.

Mendidik anak bukan hanya soal memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan moralitas mereka. Pendidikan yang baik adalah yang tidak hanya mengajarkan kecerdasan, tetapi juga mengasah empati dan kepedulian terhadap sesama. Tanpa adanya kesadaran kolektif, kekerasan di sekolah akan terus menjadi momok yang menghantui dunia pendidikan kita.

Prev Post

Manusia Tak Lagi Bisa Duduk Tenang

Next Post

Membentuk Generasi Hebat: 7 Kebiasaan Anak Indonesia dan Peran Orang Tua dalam Islam

BACK TO TOP