Ketua Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik, PW IPM Jawa Tengah dan Co-Founder Talkative
Wacana pengembalian Ujian Nasional (UN) kembali mencuat sebagai salah satu langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Usulan ini memicu beragam respons dari berbagai pihak. Sebagian pihak mendukung pengembalian UN karena berpendapat bahwa ujian ini dapat berfungsi sebagai instrumen standar yang efektif untuk mengukur pencapaian akademik secara nasional. Di sisi lain, ada pula yang mengkritiknya, berargumen bahwa pengembalian UN hanya akan mengulang mekanisme evaluasi yang telah usang dan penuh kekurangan. Meski demikian, polemik ini tetap relevan mengingat pentingnya evaluasi yang akurat dan adil dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.
Pada masa sebelumnya, UN sering kali dikritik karena lebih menekankan pada aspek hafalan daripada kompetensi berpikir kritis dan kreatif siswa. Hal ini menyebabkan UN tidak mampu menggambarkan secara utuh kemampuan siswa dalam menghadapi tantangan hidup yang sesungguhnya. Sebagai contoh, siswa yang pandai menghafal materi pelajaran bisa memperoleh nilai tinggi meskipun mereka kurang mampu mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan nyata. Penghapusan UN beberapa waktu lalu diharapkan bisa memberikan ruang bagi alternatif evaluasi yang lebih relevan dengan perkembangan zaman. Sayangnya, perubahan tersebut belum memberikan hasil signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, terutama dalam hal pemerataan mutu di berbagai wilayah.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam dunia pendidikan adalah ketimpangan kualitas antara daerah di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Beberapa daerah di luar Pulau Jawa masih menghadapi tantangan besar dalam kualitas pendidikan, yang dapat menghambat kesempatan siswa untuk berkompetisi baik di tingkat nasional maupun internasional. Data dari Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa Indonesia masih menduduki peringkat terbawah dalam kategori literasi, matematika, dan sains dibandingkan dengan negara-negara peserta lainnya. Laporan PISA 2018 mengungkapkan bahwa skor Indonesia yang rendah mencerminkan adanya tantangan besar dalam meningkatkan standar pendidikan di tanah air. Oleh karena itu, diperlukan sebuah evaluasi yang lebih mendalam dan komprehensif terhadap sistem pendidikan yang ada untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
Menghadapi tantangan ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia tengah berupaya menyusun formula evaluasi pendidikan baru yang lebih komprehensif dan relevan dengan kebutuhan masa depan. Dalam hal ini, pengembalian UN diharapkan tidak hanya menjadi ulangan hafalan yang membebani siswa, tetapi juga dapat menjadi alat untuk mengukur berbagai kompetensi penting, seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Dengan demikian, UN yang diperbaharui dapat menjadi alat yang lebih menyeluruh dalam menilai perkembangan akademik siswa dan menjadi standar yang dapat menyatukan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Beberapa penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Mappesona dan Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan menunjukkan bahwa UN berpotensi besar untuk menjadi alat ukur yang efektif dalam mengidentifikasi disparitas mutu pendidikan antar daerah. Hasil evaluasi dari UN yang diperbaharui diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai perbedaan kualitas pendidikan di berbagai wilayah Indonesia, serta menjadi dasar bagi perancangan kebijakan pendidikan yang lebih tepat sasaran. Salah satu tujuan utama pengembalian UN adalah untuk membantu pemerintah merumuskan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi ketimpangan kualitas pendidikan, sehingga setiap siswa, tanpa memandang latar belakang geografis atau sosial-ekonominya, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Dalam konteks ini, Prof. Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, menyatakan bahwa pengembalian UN dengan pendekatan evaluasi yang lebih menyeluruh dan modern merupakan langkah strategis dalam merespons tantangan global. Dengan mengintegrasikan aspek kreativitas dan problem solving dalam penilaiannya, UN dapat menjadi instrumen vital untuk mendorong perbaikan mutu pendidikan di Indonesia. Pernyataan ini menggambarkan optimisme terhadap potensi UN yang telah direformasi, yang bisa menjadi pendorong utama perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia.
Namun, meskipun pengembalian UN menawarkan potensi besar untuk meningkatkan mutu pendidikan, pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah apakah pengembalian UN ini benar-benar akan menjadi terobosan ataukah sekadar mengulang sistem evaluasi yang sudah terbukti memiliki kekurangan di masa lalu. Kunci utama untuk menjawab pertanyaan ini terletak pada transformasi metode dan pelaksanaan UN itu sendiri. Dengan sistem evaluasi yang lebih modern dan berbasis pada kemampuan berpikir tingkat tinggi, UN dapat berfungsi tidak hanya sebagai alat ukur pencapaian akademik, tetapi juga sebagai sarana untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia menghadapi tantangan global.
Pada akhirnya, pengembalian UN harus disertai dengan perubahan mendalam dalam cara pandang terhadap evaluasi pendidikan. Pendekatan yang lebih holistik, yang mengukur berbagai kompetensi penting bagi perkembangan siswa, dapat membuat UN berfungsi secara optimal dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Evaluasi yang lebih objektif dan menyeluruh akan membuka peluang bagi pendidikan yang lebih merata dan berkualitas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan bangsa secara keseluruhan.
Copyright By@PUNDI - 2024
BACK TO TOP