Kabid Ristek DPP IMM, Penulis Moderasi Keindonesiaan dalam Pendidikan Islam
Presiden Prabowo Subianto mencanangkan program pembangunan Sekolah Rakyat sebagai wujud konkret komitmen negara dalam menjamin akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Lebih dari sekadar program pembangunan infrastruktur fisik, inisiatif program ini vital sebagai strategi transformatif untuk memperdayakan masyarakat kurang mampu lewat pendidikan yang inklusif berkeadilan. Melalui penyelenggaraan sekolah berbasis asrama dan prioritas pada pemenuhan gizi, kehadiran Sekolah Rakyat diharapkan bisa memutus mata rantai kemiskinan dan membuka akses pendidikan yang merata.
Beragam kajian akademik dalam bentuk tulisan ilmiah, seminar, maupun diskusi publik terus bermunculan sebagai bagian dari ikhtiar intelektual untuk menafsirkan secara lebih mendalam urgensi kehadiran Sekolah Rakyat. Dalam pandangan penulis, terdapat sejumlah alasan mendasar yang memperkuat relevansi keberadaan Sekolah Rakyat dalam lanskap pendidikan nasional.
Dalam kerangka politik kebijakan, Sekolah Rakyat hadir bukan semata sebagai alternatif pendidikan, melainkan sebagai simbol konkret dari hadirnya negara dalam memenuhi mandat konstitusional: menyediakan pendidikan yang bermutu dan inklusif bagi seluruh warga negara, terutama mereka yang berasal dari kelompok sosial termarjinalkan. Dengan demikian, Sekolah Rakyat dapat dibaca sebagai manifestasi dari komitmen negara dalam mewujudkan keadilan sosial melalui jalur pendidikan.
Secara sosiologis, Sekolah Rakyat mengemban peran strategis sebagai katalisator mobilitas sosial. Apabila dirancang dan diimplementasikan secara tepat, program ini berpotensi memperluas akses terhadap sumber daya pendidikan, membuka lapangan pekerjaan baru, memperkuat jejaring sosial antarwarga, serta melahirkan generasi mandiri yang tumbuh dari komunitas akar rumput dengan semangat kemandirian dan transformasi sosial yang berkelanjutan.
Dari perspektif pembangunan ekonomi, Sekolah Rakyat memiliki potensi untuk berkontribusi signifikan dalam menekan angka kemiskinan dan mengurangi disparitas sosial-ekonomi. Pendidikan yang memberdayakan masyarakat diharapkan dapat berjalan seiring dengan upaya struktural dalam menciptakan keadilan ekonomi, sehingga partisipasi aktif warga dalam pembangunan menjadi lebih substantif dan berdaya guna.
Dalam upaya menjamin efektivitas dan kebelanjutan program ini, dibutuhkan kecermatan untuk mengidentifikasi berbagai tantangan potensial yang bisa menghambat capaian ideal dari program ini. Keberhasilan Sekolah Rakyat bukan hanya ditentukan oleh niat baik belaka, melainkan juga kesanggupan untuk menyelesaikan dinamika sosial dan kelembagaan yang serba kompleks. Dalam hal ini, menurut penulis, terdapat sejumlah tantangan utama yang harus diperhatikan secara serius.
Pertama, tantangan konseptual dan implementatif. Program Sekolah Rakyat berpotensi mengalami reduksi makna jika dalam pelaksanannya hanya berorientasi pada aspek populisme, tanpa landasan idelogis dan paedagogis yang kuat. Dalam makna yang lain, pelaksanaan program ini tidak boleh hanya berhenti pada capaian jangka pendek belaka, melainkan dihadirkan sebagai bagian dari sistem pendidikan yang sistematis dan partisipatif.
Kedua, tantangan kultural dan psikososial. Sekolah Rakyat yang ber-asrama harus terus memperhatikan pertumbuhan psikologis anak dan murid, utamanya dalam hubungan dengan relasi sosial dan emosional bersama orang tua dan keluarga. Tantangan ini menuntut keberadaan format kurikulum yang tidak hanya berorientasi akademik, melainkan juga integratif dan kolaboratif antara lembaga pendidikan dengan keluarga. Pendidikan yang diberikan dalam Sekolah Rakyat jangan sampai justru mencerabut anak dan murid dari kasih sayang keluarga.
Ketiga, tantangan manajerial dan kelembagaan. Tantangan ini menjadi krusial dengan melihat potensi tumpang tindih antara Sekolah Rakyat dengan pendidikan formal yang sudah berkembang. Bila tidak ada koordinasi kelembagaan yang terstruktur dan strategi manajerial yang efektif, program ini justru potensial untuk menciptakan fragmentasi dalam pelayanan pendidikan.
Pelaksanaan Sekolah Rakyat hendaknya terus dibangun di atas semangat dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sebab itulah, pada wilayah strategis, pelaksanaan program ini idealnya dikembangkan melalui pendekatan bottom-up. Pendekatan ini meniscayakan proses perencanaan dan implementasi program yang berakar pada kebutuhan nyata masyarakat di arus bawah. Anak-anak dan murid dalam kerangka ini diposisikan sebagai subyek utama, bukan hanya sebagai objek dari sistem pendidikan yang sedang dibangun. Para murid sekolah rakyat hendaknya dipersiapkan sebagai agen utama transformasi sosial di masyarakat.
Semangat kembali ke rakyat itu meniscayakan keterlibatan aktif dari masyarakat dan komunitas lokal setempat sebagai representasi autentik dari masyarakat. Pelibatan masyarakat itu tidak hanya bersifat instrumental, melainkan harus menjadi perwujudan dari pengakuan atas kapasitas kolektif rakyat dalam membentuk dan mengarahkan pendidikan. Dengan upaya seperti ini tumbuh sense of belonging yang menjadi faktor kunci keberlanjutan program.
Sejalan dengan kerangka tersebut, niscaya dibutuhkan perumusan subtansi kurikulum yang kontekstual, kurikulum yang selaras dengan karakteristik, potensi dan tantangan lokal yang dihadapi masyarakat. Kurikulum seperti ini diharapkan tidak saja demi menjaga relevansi secara sosial dan kultural, melainkan juga diharapkan memberi daya ungkit terhadap sektor strategis yang lain, seperti pertanian, kemaritiman, ekonomi desa dan sektor hidup yang lain. Dengan langkah semacam ini, pendidikan benar-benar berfungsi secara sosial untuk membangun perubahan yang berakar dan berdampak.
Tags: pendidikan sekolah rakyat
Copyright By@PUNDI - 2024
BACK TO TOP